Total Knee Replacement (TKR) merupakan suatu prosedur medis yang dilakukan dengan cara mengganti sendi lutut yang sudah rusak dengan sendi lutut buatan (prostetik). Umumnya tindakan ini dilakukan pada pasien yang mengalami gangguan radang sendi lutut yang menyebabkan gangguan dalam aktifitas sehari hari, gejala yang menjadi keluhan utama oleh pasien yaitu kaki terasa kaku dan nyeri saat digerakan dalam jangka waktu yang lama, dalam kondisi medis kondisi ini dapat dikenal dengan osteoatritis kronis. Prosedur TKR ini dilakukan pada pasien yang mengalami osteoatritis kronis pada sendi dengan tujuan agar dapat meredakan nyeri sendi, meningkatkan mobilitas, dan meningkatkan kualitas hidup. Dalam pelaksanaannya TKR ini memiliki komplikasi yang sudah diprediksi sebelum dilakukan tindakan, yaitu nyeri akut pasca operasi sedang hingga nyeri berat. Dahulu hampir semua pasien pasca operasi TKR yang telah dirawat inap 60% pasien mengeluhkan pengalaman yang tidak menyenangkan akibat komplikasi dari nyeri akut yang berat, dan 30% pasien mengalami nyeri sedang. Beberapa pasien bahkan mengurungkan kembali keputusannya untuk menunda operasi setelah mendapatkan edukasi, hal ini terjadi karena pasien mengkhawatirkan akan komplikasi yang terjadi. Pada kenyataanya nyeri pasca operasi di TKR sangat tidak menguntungkan, bagi pasien nyeri akan menghambat mobilisasi awal pasien, mempengaruhi rehabilitasi, risiko terjadinya tromboemboli, membatasi ruang gerak dari sendi dan mempengaruhi kepuasan pasien secara keseluruhan. Bagi rumah sakit tentu hal ini akan menambah lamanya perawatan di rumah sakit sehingga penggunaan bahan habis pakai, obat obatan dan biaya rawat akan menjadi lebih tinggi. Konsekuensi dari nyeri akut yang tidak terkendali dapat menyebabkan nyeri bertahan dan menjadi nyeri kronis.
Pada tahun 1996, American Pain Society menyatakan bahwa nyeri merupakan “tanda vital kelima” selain tekanan darah, nadi, laju nafas dan suhu. Menurut The International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri didefinisikan sebagai suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan adanya atau potensi rusaknya jaringan atau keadaan yang menggambarkan kerusakan jaringan tersebut. Dari definisi tersebut nyeri dapat menggambarkan suatu gabungan dari komponen objektif (aspek fisiologi sensorik nyeri) dan komponen subjektif (aspek emosional dan psikologis). Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan tentang nyeri berbagai penelitian dan prosedur tindakan anestesi dalam tatalaksana nyeri pasca operasi TKR menjadi acuan suatu tindakan prosedur perioperative yang dapat meminimalkan komplikasi dari nyeri post op dengan pemberian multimodal analgesia. Tindakan perioperative dengan multimodal analgesia pertama kali diperkenalkan oleh Wall pada tahun 1988, yang mengacu pada pemberian kombinasi dari beberapa jenis obat-obatan dan cara pemberian, termasuk analgesia preemptive, anestesi neuraxial, blokade saraf perifer (PNB), analgesia terkontrol pasien (PCA), analgesia infiltrasi local (LIA), dan opioid oral dan obat nonopioid. Prinsip dari multimodal analgesia dengan cara memahami mekanisme jalur nyeri serta memahami mekanisme molekuler dari respon tubuh terhadap nyeri, sehingga dapat memaksimalkan potensi dari setiap obat dan tatalaksana analgesia dengan dosis minimal serta mengurangi komplikasi dan efek samping dari pemberian obat atau tindakan analgesia yang diberikan. Salah protokol dalam tatalaksana operatif TKR yang di terbitkan dari The Journal Of New York School Of Regional Anesthesia (NYSORA), menerapkan teknik multimodal analgesia untuk tindakan artroplasti dengan menggunakan beberapa modalitas analgesia dalam waktu yang berbeda beda, sebelum tindakan operasi (pre operasi), saat tindakan operasi (intra operasi) dan setelah tindakan operasi (post operasi). Prinsip utama dari pemberian multimodal analgesia dilakukan sebelum nyeri itu terjadi hingga post operatif dengan kombinasi golongan obat analgesia yang berbeda beda sesuai dengan jalur nyeri yaitu fase Transduksi, Transmisi, Modulasi, Persepsi
- Sebelum Tindakan Operasi (Pre-Operatif)
Sebelum Tindakan operatif pasien dapat diberikan preemtive analgesia. Preemtive analgesia didefinisikan sebagai intervensi antinosiseptif yang dimulai sebelum prosedur pembedahan. Tatalaksana Ini lebih efektif dibandingkan dengan intervensi yang sama ketika analgetik diberikan setelah operasi dimulai. Tujuan dari pemberian analgesia preemptif adalah untuk blockade reaksi inflamasi di perifer dan hipersensitivitas sentral, menurunkan kejadian hiperalgesia, dan mengurangi intensitas nyeri pasca operasi. Analgesia preemptif juga dapat meningkatkan ambang batas nyeri, serta berkontribusi terhadap pemberian dosis analgesik pasca operasi yang lebih rendah. Beberapa golongan obat analgetic yang dapat diberikan seperti Non Steroid Anti-Inflamatory Drug (NSAID) Cox2 Inhibitor, Acetominophen, Opioid, dan dapat diberikan adjuvat anti-neuropathic drugs pregabalin, gabapentin.
- Saat Tindakan Operasi (Intra-Operatif)
Tatalaksana anestesi pada prosedur operasi TKR dapat dilakukan dengan 2 cara, dapat dilakukan dengan Anestesi Umum (bius total) dan juga Anestesi Regional, tentunya kedua tindakan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing masing. Pembiusan dengan anestesi regional pada umumnya lebih diminati dibandingkan dengan anestesi umum, manfaat dari anestesi regional sangat banyak. Anestesi regional memberikan kondisi pembedahan dan analgesia yang optimal hingga periode post-operasi. Blok motorik yang dicapai dengan anestesi tulang belakang dikatakan hamper sempurna dibandingkan dengan teknik lainnya. Pada kondisi pasien normal penurunan tekanan darah arteri yang sedikit berkontribusi terhadap penurunan kehilangan darah akibat pembedahan. Analgesia regional juga dapat mengurangi mual dan muntah pasca operasi, mengurangi depresi pernafasan dan jantung, dan menurunkan risiko trombo-emboli. Anestesi regional memiliki keuntungan dalam menumpulkan respons stres pada pembedahan dan menurunkan morbiditas dan mortalitas pada pasien bedah berisiko tinggi. Tindakan subarachnoid block, epidural, dan peripheral nervus block merupakan Teknik regional anestesi dapat digunakan tunggal dalam intraoperatif TKR atau dapat di kombinasikan dengan Teknik anestesi lainnya seperti anestesi umum ataupun anestesi regional itu sendiri, seperti infiltrasi local anestesi (ILA) dikombinasikan dengan Spinal Anestesia atau Spinal anestesi dikombinasikan dengan Epidural Anestesia.
- Setelah Tindakan Operasi (Post-Operatif)
Pengalaman yang tidak menyenangkan akan segera timbul ketika efek dari anestesi intra-operatif menghilang, dalam kondisi ini pasien akan merasakan sensasi nyeri yang sangat luar biasa. Multimodal analgesia sangat ditentukan pada fase post op ini, dimana tatalaksana nyeri yang baik pada pre-operatif dan intra-operatif sangat berpengaruh pada nyeri post-operatif. Pemberian multimodal analgesia dengan berbagai macam golongan obat berdasarkan jaras nyeri Transduksi, Transmisi, Modulasi, Persepsi. Opioid dapat diberikan dalam manajemen nyeri post-operatif, Sebagai analgesik, opioid bekerja dalam jaras modulasi – persepsi dimana opiad menghambat konduksi sinyal nyeri melalui aktivasi reseptor opioid melalui beberapa pengiriman metode, seperti oral, intravena, intramuskular, subkutan, dan transdermal. Meskipun opioid efektif dalam manajemen nyeri setelah TKR, opiad memiliki beberapa efek samping yang tidak menguntungkan seperti rasa gatal, mual, mengantuk, depresi pernapasan, retensi urin, dan konstipasi. Pemberian opiad dengan Patient Control Analgesia (PCA) dapat mengontrol respon nyeri sesuai dengan ambang batas nyeri pasien. Epidural anestesia yang diberikan secara kontinyu sangat diminati karena berbeda dengan opiad yang harus diberikan dalam jumlah besar serta mekanisme epidural di jaras transmisi pada jalur nyeri dapat memblokade stimuli nyeri. Kombinasi NSAID ataupun Acetominophen dapat ditambahkan sebagai terapi adjuvant dikombinasikan dengan pemberian antineurophatic seperti pregabalin.
Pengelolaan nyeri pada Total Knee Replacement (TKR) membutuhkan perhatian yang lebih dalam pelaksanaannya, manajemen nyeri perioperatif pada pasien yang menjalani TKR sangat penting untuk meningkatkan rehabilitasi, serta kepuasan pasien dan hasil secara keseluruhan. Rencana manajemen nyeri perioperatif pasca TKR harus dipertimbangkan secara individual. Analgesia multimodal merupakan tindakan analgesik yang optimal pada TKR dalam pengendalian nyeri dan kepuasan pasien melalui kombinasi dari beberapa rejimen analgesia, serta mengurangi konsumsi dosis opiad.
Referensi :
- Gandhi MD, Viscusi MD, Multimodal Pain Management Techniques In Hip And Knee Arthoplasty, The Journal Of New York School Of Regional Anesthesia (NYSORA), Department of Anesthesiology, Thomas Jefferson University, Philadelphia, PA 2009
- Hadlandsmyth K, Vander Weg MW, McCoy KD, Mosher HJ, Vaughan-
- Sarrazin MS, Lund BC. Risk for prolonged opioid use following total knee arthroplasty in veterans. J Arthroplasty, 2018, 33: 119–123.
- Apfelbaum JL, Chen C, Mehta SS, Gan TJ., Postoperative Pain Experience: Results from a National Survey Suggest Postoperative Pain Continues to Be Undermanaged. Anesthesia & Analgesia, 2003. 97:534-40.
- Thornburn J, Louden J, Vallance R, Spinal and general anesthesia in total hip replacement: Frequency of deep vein thrombosis. British Journal of Anesthesiology, 1980. 52: p. 1117.
- Singelyn FJ, Deyaert M, Jorist D, Pendeville E, Gouverneur JM, Effetts of Intravenous Patient-Controlled Analgesia with Morphine, Continuous Epidural Analgesia, and Continuous Three-in-One Block on Postoperative Pain and Knee Rehabilitation After Unilateral Total Knee Arthroplasty. Anesthesia and Analgesia, 1998. 87: p. 88-92.
Sumber gambar :
https://dk4fkkwa4o9l0.cloudfront.net/production/uploads/article/image/1889/Buat_Cover_Web.jpg
Penulis : dr. Sigit Prasetya Utama Sp.An-TI
Web Yankes : https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/3353/pengelolaan-nyeri-pada-total-knee-replacement-tkr