Fraktur terbuka os tibia adalah cedera kompleks dengan luaran multifaktorial dan prognosis variabel. Kedekatan tibia dengan kulit membuatnya rentan terhadap kerusakan jaringan lunak yang luas dan komplikasi yang merugikan, seperti infeksi dan non-union. Fraktur ini secara historis dikaitkan dengan tingginya tingkat amputasi, sepsis, bahkan kematian. Penyebab tersering fraktur terbuka os tibia adalah kecelakaan kendaraan bermotor dan jatuh dengan energi tinggi. Kebanyakan fraktur terbuka os tibia adalah fraktur kominutif. Data epidemiologi melaporkan kejadian 2 patah tulang tibia terbuka per 1000 cedera per tahun, terhitung menyumbang 0,2% dari semua cedera.

Pemeriksaan fisik pada pasien dengan kecurigaan fraktur terbuka os tibia diawali sesuai dengan prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh ATLS. Survei utama meliputi ABC (yaitu, jalan napas, pernapasan, sirkulasi). Skor GCS untuk menunjukkan tingkat keparahan komponen cedera kepala dilanjutkan survei sekunder mencakup dada, perut, dan panggul untuk cedera terkait, serta ekstremitas atas dan ekstremitas bawah kontralateral.

Pemeriksaan tungkai harus terdiri dari pemeriksaan rinci vaskularisasi tungkai, termasuk warna tungkai, kehangatan dan perfusi, nadi teraba, aliran balik kapiler (normal, <3 detik), dan oksigenasi transkutan serta bentuk gelombang nadi menggunakan oksimetri nadi. Pemeriksaan neurologis rinci juga diperlukan untuk mendokumentasikan fungsi sensorik dan motorik. Kulit di atas fraktur harus diperiksa dengan hati-hati. Setiap kerusakan pada kulit pada level fraktur harus dianggap sebagai indikasi kemungkinan fraktur terbuka.

Seperti fraktur terbuka lainnya, managemen awal fraktur terbuka os tibia mengedepankan terapi antibiotik, irigasi, dan debridemen. Antibiotik intravena (IV) harus diberikan segera dengan pilihan agen yang disesuaikan dengan klasifikasi Gustillo-Anderson, yaitu Sefalosporin generasi pertama yang memberikan cakupan gram positif (misalnya, sefalotin 1-2 g setiap 6-8 jam) cukup untuk fraktur tipe I. Aminoglikosida yang menyediakan cakupan gram negatif (misalnya, gentamisin 120 mg setiap 12 jam; 240 mg/hari) ditambahkan untuk cedera tipe II atau III. Metronidazole 500 mg setiap 12 jam atau penisilin 1,2 g setiap 6 jam juga dapat ditambahkan untuk perlindungan terhadap bakteri anaerob. Profilaksis tetanus juga harus ditambahkan. Antibiotik umumnya dilanjutkan selama 72 jam setelah penutupan luka.

Setelah penilaian awal, luka diirigasi di unit gawat darurat. Pasang dressing steril diterapkan dan splint tungkai. Debridemen harus dilakukan di ruang operasi (OR) sesegera mungkin. Debridemen dalam waktu 6 jam diperlukan untuk menjaga tingkat infeksi tetap rendah. Faktor kunci dalam pencegahan infeksi adalah stabilisasi rigid awal fraktur. Tujuan dari terapi antibiotik dan debridemen adalah untuk mensterilkan luka dengan beban bakteri yang dapat diabaikan dan membuat luka serupa dengan luka bedah pada umumnya. Debridemen pertama adalah kesempatan terbaik untuk pencegahan infeksi. Saat debridemen, semua debris ekstrinsik harus dihilangkan dengan cermat dilanjutkan dengan irigasi sesuai dengan prinsip “Solution to pollution is dilution“.

Stabilisasi skeletal definitif harus dilakukan sesegera mungkin setelah debridement, namun, jika tidak memungkinkan, maka disarankan untuk melakukan fiksasi eksternal sementara. Teknik bedah fiksasi tulang yang tersedia meliputi intramedullary nailing, fiksasi eksternal, dan fiksasi internal. Pilihan teknik harus dibuat berdasarkan lokasi dan sifat fraktur, dan luasnya cedera jaringan lunak. Fraktur tibia terbuka yang parah dengan cedera jaringan lunak yang luas sering membutuhkan keputusan antara limb salvage (rekonstruksi) atau amputasi primer. Keputusan ini harus mempertimbangkan beberapa faktor pasien dan cedera, melibatkan dokter dari berbagai spesialisasi (yaitu tim multidisiplin) dan sejalan dengan keinginan pasien dan keluarganya. Beberapa sistem penilaian prediktif telah dikembangkan untuk memandu keputusan ini, termasuk mangled extremity severity score; predictive salvage index; limb salvage index; nerve injury, ischemia, soft tissue injury, skeletal injury, shock and age of patient score; Ganga hospital open injury score; and Hannover fracture scale. Rekomendasi amputasi primer diberikan dalam kasus: avaskular ekstremitas melebihi ambang iskemia hangat selama 4-6 jam; atau kehilangan otot segmental yang mempengaruhi lebih dari dua kompartemen; atau kehilangan tulang segmental lebih besar dari sepertiga panjang tibia.

 

Daftar Pustaka :

  1. Azar, F. M., Canale, S. T., & Beatty, J. H. (Eds.). (2021). Campbell’s operative orthopaedics (14th ed.). Elsevier.
  2. Cleland, J., Koppenhaver, S., Su, J., & Netter, F. H. (2022). Netter’s orthopaedic clinical examination: An evidence-based approach (Fourth edition). Elsevier.
  3. Nicolaides, M., Pafitanis, G., & Vris, A. (2021). Open tibial fractures: An overview. Journal of Clinical Orthopaedics and Trauma, 20, 101483. https://doi.org/10.1016/j.jcot.2021.101483
  4. Solomon, L., Blom, A., Warwick, D., & Whitehouse, M. (Eds.). (2018). Apley & Solomon’s system of orthopaedics and trauma (Tenth edition). CRC Press.
  5. Thompson, J. H., Koutsogiannis, P., & Jahangir, A. (2022). Tibia Fractures Overview. In StatPearls. StatPearls Publishing. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK513267/
  6. https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRQhmWzfFDdGGeikhxvczXQ-caxD5y2QEyUE9wtI5u7lwVRN3DfsLvpOBdVcPBG0BGmRB0&usqp=CAU
  7. https://pbs.twimg.com/media/EpgiU2vU0AAr6ps.jpg
  8. https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQVaVjBbS7j6vjj3FYJ5kGX5LWPeSkPLKTO1-GpPWTrSdESHJyaiKlcbvVQ-1qbUFtCTM8&usqp=CAU

 

Penulis : dr. David Hermawan Tedja, SpOT

https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/2090/fraktur-terbuka-os-tibia

Share :

Tags:

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *